Tuesday, May 01, 2007

Perjalanan Jakarta-Yogyakarta-Semarang (Bag.1)




Liburan kemaren cukup melelahkan buat gw. Secara gw ma keluarga selama hampir seminggu ngubek2 Yogja-Klaten-Semarang. Sebenernya sih tuh perjalanan kek kejar tayang geto gk ada istirahat2nya. Dari pagi sampe malam muter2 aje udah kek gangsing hahaha.....

Reportase gw kali ini harusnya sih berawal dari perjalanan gw selama di Jogja. Tapi berhubung foto2nya ada di PC rumah dan blom di pindahin jadi gw cerita dulu deh tentang perjalanan gw ke KALI ADEM tempat dimana mbah marijan berada. Kita jalan2 ke sana ngeliat lokasi yang kena Lahar Dingin Gunung Merapi.

Perjalanan di mulai dari lokasi kita menginap di Hotel Mercury Guest House yang terletak di Jln. Prawirotaman/Gerilya. Berangkat jam 7, sampe di kali adem sekitar jam 8 pagi. Set dah pagi amat yah ...hehehe iya kita emang mutusin ke sana jam segitu soalnya kita ngejar waktu buat jalan2 juga ke Kaliurang sebelum ke Borobudur dan terus langsung ke Semarang.

Dengan membayar karcis masuk 5 ribu perak kita bisa memasuki kawasan Kali Adem. Sampe di daerah Kali Adem yang jaraknya 15 Km dari puncak merapi, suasana masih sepi. Lapak2 penjual belom lagi buka. Bisa dibilang kita lebih datang lebih pagi dibanding para penjual di sana. Begitu turun dari gw liat hamparan pasir dan batuan di depan mata. Belum lagi beberapa pohon meranggas, hitam legam seperti habis terbakar. Akhirnya sampailah kami di tempat bunker yang tertimbun oleh lahar dingin. Tentunya masih ingat peristiwa 2 orang terkubur hidup2 di banker tersebut karena mereka menyelamatkan diri dari kejaran lahar Merapi. Menurut penduduk setempat yang kami temui, walaupun keadaan pasir atau batu di permukaan atas dingin, tapi dibagian bawah masih panas. Sesaat gw tercenung melihat kekuasaan sang Penguasa. Bagaimana dalam sekejap dia bisa mengarak lahar menuruni kaki Gunung Merapi dan melahap abis apa yang ada di bawahnya. Banyak rumah2 tempat penduduk berjualan terendam oleh lahar dingin. Tempat itu dulunya adalah kawasan wisata mungkin seperti Lido di sukabumi. Skarang kalau dilihat dimana2 teronggok batu2 besar dan pasir. Kanal yang dibuat sebagai tempat larinya lahar tidak tersentuh sama sekali. Kanal itu masih ada, rupanya sang Penguasa berkehendak lain, lahar malah lari ke arah samping dari kanal sehingga menimbun daerah wisata itu.

Tapi ada beberapa keanehan yang terjadi. Disana ada sebuah batu besar yang katanya merupakan tumpahan lahar Gunung Merapi ketika meletus di tahun 1800-an. Lahar nggak menyentuh batu itu sama sekali bahkan pagarnya pun tetap berdiri dengan kokohnya. Sementara disekitarnya telah di luluh lantakkan oleh lahar. Selain itu di tempat tersebut ada pohon Beringin putih, yang menanamnya salah satu Sultan. Harusnya beringin tidak bisa tumbuh di daerah pegunungan. Tapi anehnya beringin itu bisa tumbuh dan lagi2 tidak tersentuh oleh aliran lahar. Tetapi dibalik semua itu ada suatu hal yang positif. Pasir dan batuan banyak diambil oleh masyarakat (diluar daerah Kali Adem) sebagai bahan bangunan membuat rumah secara "gratis". Sungguh murah hati masyarakat setempat yang memberikan kesempatan masyarakat luas mengambil pasir dan batu tanpa pamrih.

Sebelum melanjutkan perjalanan ke Kaliurang gw sekeluarga menyempatkan minum di warung yg ada di situ. Rupanya baru ada satu warung yg buka. Disana kita sempet ngobrol dengan Mas Solo *gw gk tau namanya*, dia berasal dari Solo dan sedang melakukan penelitian ttg Gunung Merapi di tempat Mbah Marijan, cuma dari sisi Rasional bukan dari sisi mistis. Memang orang2 di Gunung Merapi sangat percaya dengan hal2 yang berbau mistis. Kami sempat bertanya padanya, apakah tugas dari Mbah Marijan sebagai kuncen Gunung Merapi??. Iya menjawab, bahwa sebenarnya Mbah Marijan itu pengantar pesan. Jadi dulu sekali pada jaman Kerajaan Mataram kalau nggak salah, Panembahan Senopati Raja di Kasultanan Mataram bertapa di Gunung Merapi. Pertapaan beliau ternyata mengusik dan membuat para lelembut yang ada disana merasa gerah dan panas. Akhirnya mereka lari ke Pantai Selatan, Nyi Roro Kidul akhirnya muncul dan menemui mereka. Nyi Roro Kidul bertanya2 ada apa, kok sampai para lelembut turun dari gunung Merapi. Para mahluk halus itupun menceritakan bahwa di Gunung Berapi ada seorang pertapa. Karena penasaran Nyi Roro Kidul pun pergi ke Gunung Merapi, dia penasaran siapakah manusia yang bisa membuat para mahluk halus merasa "gerah". Bertemulah dia dengan panembahan Senopati dan jatuh cinta, karena beliau memang ganteng. Singkat cerita mereka menikah, dan pada saat itu panembahan Senopati diberi tiga telur oleh Nyi Roro Kidul. Salah satu telur itu iya berikah ke pengawalnya. Ternyata setelah di makan sang pengawal mengalami perubahan bentuk. Dia menjadi besar dan bentuknya menyeramkan (dialah Buto Ijo). Buto Ijo pun menagih janji pada panembahan Senopati. Karena dia sudah patuh dengan memakan telur dan akhirnya berubah menjadi seperti raksasa iya minta panembahan Senopati memberikan mungkin semacam hadiah padanya. Akhirnya panembahan Senopatipun mengutus Buto Ijo untuk menjaga Gunung Merapi, sebagai penjaga/penghalau agar jika terjadi letusan, laharnya tidak akan sampai ke daerah Keraton. Untuk urusan makan dll akan dikirimkan melalui kuncen. Nah inilah tugas seorang penyampai pesan atau kuncen Gunung Merapi yang dulu2nya diwariskan secara turun menurun sampai ke anak cucu. Tapi Mbah Marijan jadi Kuncen melalui proses pemilihan oleh penduduk setempat. Makanya masyarakat Gunung Merapi tidak mau jika Merapi sedang meletus disebut sebagai suatu bencana alam, mereka lebih suka di bilang kalau Merapi sedang membangun. Karena pada saat Gunung Merapi meletus dipercaya bahwa laharnya itu adalah gambaran sperma yang mengalir ke Pantai Selatan, artinya sedang terjadi pertemuan antara Panembahan Senopati dengan Nyi Roro Kidul.

Cerita gw segitu dulu yah, mohon maaf kalau cerita gw banyak kurangnya atu salahnya karena memang gw nggak begitu memahami cerita2 di ranah jawa. Cerita diatas gw dapat dari dongeng seseorang yang begitu baik menemani kami sekeluarga menikmati segelas bandrek di Kali Adem.